Nasehat Sahabat Abu Al-Darda’ Uwaimir bin Zaid untuk Kita Semua



Berpikir satu jam lebih baik dari pada melakukan qiyam al-lail selama empat puluh tahun.


Sebiji buah bayaran kebaikan yang disertai ketakwaan dan keyakinan lebih utama dari pada bergunung-gunung ibadah orang-orang yang telah mencapai taraf kedekatan dengan Allah SWT (al-muqarrabin).


Kritik yang ditujukkan pada seorang kawan lebih baik dari pada menganggapnya tidak ada.


Andai kalian tahu apa yang akan kalian lihat setelah mati, niscaya kalian tidak akan mau memakan makanan dan tidak mau meminum-minuman dengan lahap.


Salah satu di antara orang-orang yang lidahnya basah karena mengingat Allah Azza wa Jalla  akan masuk ke dalam surga dengan tertawa (gembira).


Jangan benci saudaramu sesama muslim pada saat ia melakukan maksiat. Hendaknya yang kamu benci adalah perilakunya. Jika kamu membiarkannya melakukan maksiat, ingatlah bahwa ia adalah saudaramu


Sebaiknya-baiknya tempat bertapa (berdiam diri) seorang muslim adalah rumahnya di mana ia mampu mengendalikan lisannya, kemaluannya, dan matanya.


Abu Al-Darda tidak henti-hentinya menolak dunia dengan telapak tangannya dan berkata “Menjauhlah dariku”.”


Seseorang tidak dikatakan sebagai orang yang pandai sejati sampai ia bisa memarahi dirinya semarah-marahnya untuk kepentingan Allah SWT.


Tidak ada seiris daging yang ada di dalam tubuh seorang yang beriman yang lebih dicintai oleh Allah SWT melebihi lidah. Karenanya, hendaklah ia dapat menjaganya agar ia tidak sampai terperosok ke neraka.


Jika kawanmu berubah menyimpang, maka jangan tinggalkan dia hanya gara-gara itu. karena seorang teman suatu waktu biasa berubah menjadi menyimpang dan di waktu lain kembali lurus seperti sediakala.


Janganlah kalian membicarakan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang berilmu. Karena kesalahan itu hanya untuk sesaat, lalu kemudian kesalahannya itu ditinggalkan.


Ummu Al-Darda, istri Abu Darda’ berkata, “Aku mencari-cari ibadah di semua tempat, tapi aku tidak menemukan sesuatu yang lebih menyejukkan hatiku dan tidak pula lebih utama melebihi majelis-majelis zikir.”


Sumber : Kitab al-Thabaqat al-Kubra (Lawaqih al-Anwar fi Thabaqat al-Akhyar) karya 'Abdul Wahhab al-Sya'rani.